Surat Untuk Mama

DSC_0678Ma, hari ini tepat tujuh hari kepergian mama

InsyaAllah evi dan papa sudah mengikhlaskan mama

Kami ingin semua yang terbaik yang sudah diputuskan oleh Allah SWT terhadap mama

Evi tak sanggup melihat mama lebih lama menderita, Ma

 

Ma, sampai hari ini masih banyak tamu yang datang ke rumah

Semuanya mengungkapkan perasaan keterkejutannya, ketakpercayaannya akan kepergian mama

Semuanya menatap evi dengan perasaan sedih

Seorang anak tanpa saudara, diumur tepat 37 tahun telah ditinggal ibunya

Tapi yang seperti pernah mama bilang semasa evi kecil, evi harus kuat, harus mampu mandiri dalam urusan apa pun.

 

Ma, linangan air mata ini tak bisa ditahan saat membaca surat terakhir mama untuk evi dan papa

Gemetar tangan ini ketika merobek sampul amplop dan membaca isinya

Sebuah surat yang mama tulis yang berisikan pesan dan panduan dari mama untuk kehidupan kami setelah mama pergi.

 

Kenapa mama tulis ini semua, Ma?

Apakah mama sudah tidak ingin bersama-sama kami lagi?

Bukankah keinginan mama adalah bisa melihat Nessa, Dhila dan Thiya menikah?

 

Lalu kenapa, Ma?

Mama tulis surat itu tertanggal 29 Agustus 2014, beberapa hari sebelum keberangkatan mama dan papa ke Tanah Suci.

Mama tulis itu sebelum mama tahu, bahwa Dokter di rumah sakit Melaka, Malaysia menvonis bahwa sirosis hati pada mama sudah mulai berkembang menjadi kanker.

Kenapa, Ma? Apa yang mendorong mama untuk menulis ini semua?

Intusikah? Seperti apa dia, Ma?

 

Papa bilang kalau surat itu mama berikan setelah mama dan papa pulang dari Tanah Suci, dengan pesan hanya boleh dibuka disaat yang tepat.

Lalu dimanakah mama simpan surat itu sebelumnya?

Apakah di rumah, Ma? Atau di kantor?

 

Ma, ustad yang ceramah beberapa malam silam di rumah bilang kalau kematian merupakan fase yang menandai seorang anak cucu Adam sudah sampai di garis finisnya.

Kematian merupakan pengejawantahan bahwa yang hidup sudah selesai melaksanakan tugasnya di dunia.

Tapi Nessa, Dhila dan Thiya masih butuh nenek, Ma.

Mereka sekarang sudah tidak punya nenek lagi dan setiap saat Dhila selalu bertanya dimana nenek, yang langsung dijawab oleh Thiya kalau mama lagi sakit.

 

Ma, maafkanlah semua salah dan dosa evi.

Rasanya hanya seujung kuku mama kebaikan yang evi torehkan pada mama.

Benar kata pepatah kasih ibu sepanjang jalan.

Mama disaat-saat terakhir tidak hanya memikirkan bekal yang akan mama bawa di kehidupan berikutnya, tapi mama masih memikirkan kehidupan anak cucu  sepeninggal mama.

Mama berbuat untuk meyakinkan bahwa setelah mama tiada semuanya akan baik-baik saja.

Terimakasih banyak ya, Ma.

Mama sudah melahirkan evi ke dunia, evi Cuma mau bilang kalau evi amat bangga terlahir dari Rahim mama.

Amanat mama ke evi, insyaAllah aka nevi tunaikan sebaik-baiknya

 

Oh ya, masih ingatkah mama kapan terakhir kita bersurat-suratan?

Hampir 23 tahun yang lalu, Ma.

Disaat mama ada pelatihan selama tiga bulan di Bogor, kita selalu berkirim surat untuk mengungkapkan perasaan rindu di hati.

Ma, balasan surat evi ini evi tulis dengan penuh kesadaran bahwa mama tak kan pernah lagi membalas surat evi.

Tapi hadirlah terus Ma, dalam kehidupan kami, dalam hati kami, dalam mimpi kami, suami dan anak cucu mama.

Karena kami semua akan selalu merindukan mama.

Dan InsyaAllah, di suatu masa kelak kita akan berkumpul kembali, Ma.

Sebagian Penampakan Surat Terakhir Mama

Sebagian Penampakan Surat Terakhir Mama

Tulisan ini diikutsertakan dalam GA Sejuta Kisah Ibu