‘A woman is like a tea bag. You never know
how strong she is until she gets into hot water’( Eleanor Roosevelt)
Dalam suatu diskusi dengan mahasiswa S1 di kelas, saya bertanya mengenai beda perempuan dan wanita. Jawaban yang diberikan bermacam-macam. Ada yang menyebutkan perbedannya di sense. Perempuan berkonotasi negatif dan wanita positif. Ada juga yang menyebutkan sebaliknya, wanita yang berkonotasi negatif dan perempuan positif.
Ketika pertanyaan yang sama dilontarkan kepada mahasiswa S2, jawabannya lebih komprehensif dan complicated. Uraiannya diperjelas dengan contoh dan fakta-fakta yang akurat.
Saya hanya tersenyum karena apa yang saya peroleh cukup memberi bukti bahwa cara berpikir mahasiswa S2 dan S1 memang berbeda dan sudah seharusnya berbeda. Mereka di level pasca hendaknya melihat sesuatu lebih logis dan valid dengan didukung oleh fakta-fakta yang real dan terpertanggungjawabkan.
Ketika pertanyaan kedua saya lontarkan kepada mahasiswa laki-laki di waktu yang berbeda apakah mereka menyukai perempuan atau wanita. Jawaban spontan mereka ada yang menyebut wanita dan perempuan. Tidak ada perbedaan jawaban antara mahasiswa S1 dan S2. Saya pun mendapat simpulan bahwa kalau sudah berbicara tentang rasa, kadang logika tidak berperan meskipun mereka sudah berada pada level pendidikan tertentu.
Berbicara tentang perempuan atau wanita sepertinya tidak akan pernah habis. Sebagai makhluk yang identik dengan kata cantik, perempuan atau wanita ini dianalogikan dengan banyak benda. Ada bunga dengan kecantikannya atau telur dan keramik yang harus selalu dijaga supaya harganya tidak turun. Perbandingan ini menunjukkan betapa makhluk ciptaan Allah ini merupakan sesuatu yang sangat berharga.
Makna Perempuan dan Wanita
Secara spelling¸ perempuan dan wanita sudah pasti berbeda. Simbol-simbol bunyi yang menyusun kedua kata ini tidak sama. Namun, secara leksikal, dalam KBBI (2008) tidak ada perbedaan antara perempuan dan wanita. Perempuan dimaknai sebagai wanita dan istri. Artinya, makna perempuan dan wanita adalah sama secara semantis.
Dalam etimologi Jawa, wanita berasal dari frasa Wani Ditoto yang berarti berani diatur. Kata wanita dimaknai berdasarkan pada sifat dasar wanita yang cenderung tunduk dan patuh pada lelaki sesuai dengan perkembangan budaya di tanah Jawa pada masa tersebut.
Sementara itu menurut bahasa Sanskerta, kata perempuan muncul dari kata per + empu + an. Per memiliki arti makhluk dan Empu berarti mulia, tuan, atau mahir. Dengan demikian perempuan dimaknai sebagai makhluk yang memiliki kemuliaan atau kemampuan.
Dalam perkembangannya, kata perempuan dan wanita mengalami perubahan dimana wanita mulai bersifat amelioratif atau membaik. Sementara itu, perempuan mengalami penurunan makna menjadi pejoratif atau memburuk. Ini pulalah sebabnya kenapa ada yang namanya Komnas Perempuan bukan Komnas Wanita dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan bukannya Kementerian Pemberdayaan Wanita.
Yang jelas, pemaknaan wanita dan perempuan secara berbeda tidak terlepas dari pengaruh feodal dan sistem patriakis yang sudah menjadi sejarah. Apa pun itu, baik perempuan atau wanita keduanya mengacu kepada makhluk yang harus di hormati, disayangi, atau dihargai.
Perempuan dan Kekinian
Sebagaimana yang sudah dijelas di atas, secara etimologis, perempuan dapat dikatakan sebagai seseorang yang memiliki penuh tubuhnya dan dia menjadi tuan atas dirinya sendiri. Berbeda halnya dengan wanita yang memang memasrahkan dirinya pada kaum lelaki.
Seiring dengan berjalannya waktu, pemaknaan perempuan mulai bergeser pada hal-hal yang terkait dengan keistrian dan rumah tangga. Perempuan itu diidentikan dengan pekerjaan rumah tangga. Ada rumor yang menyebutkan bahwa tugas perempuan adalah di rumah, yakni di dapur, di kasur, dan di sumur. Dengan kata lain, perempuan merupakan penunggu rumah saja.
Apakah memang demikian adanya?
Dalam diskusi dengan beberapa sahabat pada umumnya terjadi penolakan. Bahwa kodrat perempuan adalah melahirkan dan menyusui itu tidak terbantahkan. Namun ketika perempuan harus berada di dalam rumah saja rasanya seperti ada pengkebirian pada hak.
Sebagai seorang istri, perempuan boleh keluar rumah atas izin suaminya karena suami adalah imam dalam rumah tangga. Sebagai makmum, sudah kewajiban istri untuk mengikuti perintah imamnya. Adalah dosa disaat makmum ini melanggar imamnya.
Keluar rumah tidak berarti secara fisik mereka berada di luar. Filsofoinya adalah perempuan juga dapat bekerja, berkarya, dan berinovasi di luar kodrat mereka itu. Seorang perempuan bisa mengerjakan sesuatu yang memberi manfaat positif, baik yang menguntungkan secara sosial atau finansial.
Menguntungkan secara sosial artinya perempuan ini bergabung dalam kegiatan yang bertujuan untuk memperkaya pemahaman mereka sebagai seorang istri dan ibu. Pendalam ilmu melalui interaksi di paguyuban sosial contohnya.
Melalui paguyuban sosial ini juga, kaum perempuan melakukan aktivitas keagamaan. Ada banyak kegiatan, seperti tahfidz Al Quran via media sosial. Dakwah juga dapat dilakukan melalui media sosial. Bahkan, denga media sosial ini interaksi sebagai penjaga hubunga silaturahim pun bisa dijalin.
Kecanggihan teknologi dapat dimanfaatkan perempuan untuk kebaikan tanpa harus menjauh dari kodratnya. Bahkan, tanpa harus merasa dikebiri, seorang perempuan dapat melanglang buana berinteraksi dengan kelompok sosialnya.
Bagaimanapun juga, sebagai makhluk sosial, seorang perempuan juga punya hal untuk bergaul dan bercengkerema dengan teman-teman sosialnya. Rasa tanggung jawab dan amanah sebagai istri dan ibu menjadikan adanya keterbatasan waktu untuk sering-sering berpergian. Itulah gunanya teknologi yang sedemikian canggihnya untuk dimanfaatkan secara positif. Kita dapat surfing kemana-mana secara gratis melalui media teknologi. Phatic Communion dengan selalu menjaga hubungan baik dengan yang lain dapat dipertahankan melalui media teknologi.
Secara finasial, seorang perempuan dapat menghasilkan uang dari dalam rumahnya. Beragam bisnis dapat dilakukan secara on line. Saya memiliki banyak mahasiswa yang menekuni bisnis on line ini. Menurut mereka pendapatannya lumayan. Dengan modal yang tidak begitu banyak, keuntungan yang tidak sedikit dapat diraih.
Fenomena ini menunjukkan bahwa tidak ada alasan bagi seorang perempuan untuk hanya diam di rumah dan tidak menjadi produktif. Dunia kekinian tidak lagi menghalangi seorang perempuan untuk berhasil dalam banyak bidang. Dengan tetap menjalankan peran pokoknya, seorang perempuan pun bisa menjadi penopang dalam perekenomian keluarga.
Artinya, seorang perempuan yang dianggap sebagai penuggu rumah tidak lagi dimaknai negatif. Justru, menjadi kreatif dengan kedaan yang ada adalah sebuah kondisi yang luar biasa. Kreatif memanfaatkan media yang ada, salah satunya media sosial untuk menjadi inovatif dan tetap berada dalam koridornya.
Yang jelas, sejauh ada manfaatnya, apakah namanya perempuan atau wanita bukan persoalan. Menjadi perempuan atau wanita adalah sebuah karunia yang dapat dimaksimalkan secara luar biasa.
Selamat Kaum Perempuan! Selamat kepada pencetak masa depan!
Penulis adalah
Dosen Jurusan Sastra Inggris
FIB Unand
Sudah dimuat di Harian Singgalang, 30 Juli 2017
Recent Comments